Pantai Mayaria
Pantai Mayaria terletak di Kecamatan
Kendari sekitar ± 10 km ke arah timur pusat Kota Kendari. pantai yang memiliki
pasir putih yang indah, disini wisatawan asing maupun lokal dapat berkeliling
ke perkampungan tradisional yang ada di sekitar pantai menggunakan perahu atau
kapal sewaan.
Pulau Bungkutoko
Pulau Bungkutoko, Kendari. Di Pulau
Bungkutoko, wisatawan bisa menikmati keindahan alam, terutama saat matahari
terbit. Pulau Bungkutoko yang terletak di bibir teluk Kendari, Sulawesi
Tenggara.
Taman Hutan Raya Murhum
Taman Hutan Raya Murhum mempunyai
keunikan yang beraneka ragam, jenis tumbuhan dan hewan yang beraneka ragam
hingga pesona keindahan alam. Tumbuhan yang ada di Tahura Murhum antara lain
kayu besi, bolo-bolo putih, pandan tikar, eha, palem, rotan. Untuk jenis
hewannya antara lain berbagai jenis kupu-kupu, anoa, musang, elang laut,
musang, dan kesturi. Berada di dalam area hutan, pengunjung akan menemukan
air terjun yang bisa digunakan untuk mandi. Tidak jauh dari lokasi air terjun,
pengunjung juga dapat melihat situs bersejarah benteng pertahanan yang
merupakan peninggalan dari jaman penjajahan Jepang.
Suku Tolaki
Suku Tolaki adalah penduduk asli
Kendari, Suku Tolaki berasal dari Kerajaan Konawe. Dahulu, masyarakat Tolaki
umumnya merupakan masyarakat nomaden yang handal, hidup dari hasil berburu dan
meramu yang dilaksanakan secara gotong-royong. Hal ini ditandai dengan bukti
sejarah dalam bentuk kebudayaan memakan sagu, yang hingga kini belum
dibudidayakan atau dengan kata lain masih diperoleh asli dari alam. Masakan
asli Suku Tolaki sebelum beras adalah dalam bentuk sajian sinonggi.
Suku Muna
Suku Muna atau Wuna adalah suku yang
mendiami Pulau Muna, Sulawesi Tenggara,Pada Masyarakat Muna terdapat upacara lingkaran
hidup dalam kehidupan individunya, yang dimulai dari upacara kelahiran sampai
sampai pada upacara kematian yang lebih dikenal dengan nama Upacara Karia.
Upacara karia merupakan upacara yang sangat penting dalam rangka
upacara-upacara adat disepanjang hidup individu pada masyarakat Muna. Upacara
karia merupakan upacara inisiasi yang dilakukan kepada setiap wanita yang
memasuki usia dewasa. Menurut pemahaman Masyarakat Muna, bahwa seorang wanita
tidak boleh menikah jika belum melalui proses upacara Karia. Jika dilanggar,
akan merasa tersisih dan akan dikucilkan dalam masyarakatnya.
Suku Buton
suku Buton juga merupakan suku
pelaut. Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok dunia Melayu
dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima
orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton. Secara
umum, orang Buton adalah masyarakat yang mendiami wilayah kekuasaan Kesultanan
Buton. Daerah-daerah itu kini telah menjadi beberapa kabupaten dan kota di
Sulawesi Tenggara diantaranya Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton
Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi,
Kabupaten Bombana.
Suku Bugis
Suku Bugis merupakan kelompok etnik
dengan wilayah asal Sulawesi Selatan. yang juga tinggal di Kendari, Penciri
utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang
Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai
tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa
Makanan Khas Sulawesi Tenggara
Sinonggi
Sinonggi adalah makanan pokok Suku Tolaki yang terbuat dari pati sari sagu. Di Sulawesi Selatan, masakan yang serupa dikenal dengan nama kapurung dan di Kepulauan Maluku disebut papeda. Meski masakan-masakan tersebut memiliki kemiripan bahan, cara penyajiannya berbeda. Untuk sinonggi, tepung sagu yang sudah dimasak tidak dicampurkan dengan sayur, kuah ikan, sambal ("dabu-dabu"), atau bumbu lainnya, namun tergantung selera masing-masing. Bagi suku Tolaki atau penduduk asli kota kendari , sinonggi dahulu merupakan makanan pokok, namun saat ini telah menjadi makanan sekunder pengganti beras pada masa paceklik. Nama sinonggi diyakini budayawan lokal berasal dari kata posonggi. Posonggi atau o songgi (bahasa Tolaki) merupakan alat mirip sumpit terbuat dari bambu yang dihaluskan dengan ukuran panjang kurang dari sepuluh sentimeter. Alat inilah yang digunakan untuk mengambil sinonggi dari tempat penyajian. Dengan cara digulung, sinonggi diletakkan ke piring yang telah diisi kuah sayur dan ikan serta bumbu lainnya. Gulungan sinonggi di piring kemudian dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam mulut menggunakan alat serupa yang berukuran lebih kecil atau dengan jari. Sinonggi biasanya tidak dikunyah, tetapi ditelan langsung.
Dahulu orang tua menyimpan sinonggi
dalam dulang yang terbuat dari kayu. Dulang dalam bahasa Tolaki adalah
"odula". Seiring perubahan zaman, sinonggi mulai tidak disimpan dalam
dulang kayu melainkan dalam baskom. Perubahan ini diyakini penikmat sinonggi
telah mengurangi kelegitan rasanya yang khas. Begitu pula dengan penggunaan
posonggi yang menghilang, saat ini orang lebih banyak langsung menggunakan
tangan atau memakai sendok untuk mengkonsumsi sinonggi.