walpaper

Minggu, 01 Maret 2015

Sejarah Tentang Kelahiran Surat Kabar


Sejarah Tentang Kelahiran Surat Kabar

Sebelum ada suratkabar, hadir lebih dulu newsletters. Koran pertama dikembangkan secara tidak teratur di Belanda, Inggris dan Prancis (1618-1648). Lembaran berita ini disebut corantos, yang secara bertahap digantikan laporan harian atau diurnos. Pada saat itu, tidak ada yang namanya kebebasan pers. Pencetakan koran dan material lainnya harus menggunakan ijin dan yang mengeluarkannya dapat mengontrol isi. 



September 10, 2014 at 16:53 | Source: hsutadi.blogspot.com

Kebebasan berbicara dan mengkritisi sensor mulai ada sekitar tahun 1644, ketika John Milton menulis Aeropagitica, yang menyatakan kebebasan berbicara dalam beragama. Dalam terminologi politik, John Stuart Mill, Edumund Burke dan lainnya, mempromosikan pers bebas. Politisasi pers yang muncul menjadi penting dalam membangun dukungan terhadap revolusi Amerika dan mendefinisikan pers bebas di sana.


Kebebasan Pers

Kebebasan pers secara formal di AS sejak 1787. Keinginan untuk memproteksi kebebasan berbicara dan pers, hal itu kemudian dimasukan dalam Amandemen Pertama konstitusi di sana. Hasilnya, kemudian muncul keberagaman pers. Koran yang dipakai sebagai alat politik, kemudian hadir mewakili keberagaman pandangan politik.
Untuk menjalankan fungsi politik, pandangan-pandangan mengenai hal itu harus tersirkulasikan sebaik keberagaman media ini. Caranya, dengan menjual suratkabar yang murah agar bisa menjangkau audiens yang luas. Koran murah pertama kali diluncurkan Benjamin Day, 1833. Koran yang bernama “New York Sun”, hanya dijual satu penny, yang kemudian dikenal dengan “Koran Penny”.

Untuk bisa dijual pada harga itu, Day tidak hanya bergantung pada iklan semata, namun juga dengan meningkatkan oplah penjualan.

Semakin Meningkat

Pembaca koran meningkat ketika terjadi Perang Sipil (1861-1865) karena orang-orang ingin mengetahui perkembangan terakhir mengenai konflik yang terjadi. Setelah masa perang, hadirlah era baru dunia jurnalistik, jurnalisme investigasi. Era baru ini menjadikan suratkabar lebih hidup, lancang, sadar diri, tidak sabar dan penuh sensasi.

Babak selanjutnya dalam sejarah koran di AS ditandai dengan adanya yellow journalism dan responsible journalism, yang bahkan dikatakan terjadi perang yang dramatis. Hearst’s Morning Herald Journal, dengan yellow journalisme-nya, menampilkan foto-foto yang penuh sensasi, topik utama yang besar-besar dan mengabaikan kepribadian, cerita tentang kemanusiaan dan terkadang melakukan wawancara palsu.

Pulitzer

Sementara ‘lawan’ Hearst, Pulitzer, menciptakan jurnalisme baru yang mengetengahkan tanggung jawab sosial dalam tulisan di suratkabar. Jurnalisme yang bertanggung jawab ini berlanjut pada tahun 1896 ketika Adolph Ochs membeli The New York Times. Ochs tegas-tegas melarang sensasionalitas dalam foto-foto, cerita-cerita bohong dan tipuan. Dampaknya, pembaca dari kalangan kelas menengah meningkat. Ini pula yang kemudian menyebabkan suratkabar sebagai media massa mencapai puncaknya (1890-1920).

Setelah melewati rentang waktu yang panjang, akibat teknologi baru, persaingan dalam makin tajam. Apalagi dengan kehadiran internet, koran lokal kini bisa dibaca di seluruh dunia. Karenanya kebutuhan untuk meng-online-kan suratkabar menjadi kebutuhan serius meski edisi internet tersebut belum bisa dikatakan menghasilkan uang. Namun begitu, internet dapat juga dianggap sebagai ancaman terhadap ekonomi suratkabar dan standar jurnalistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar