walpaper

Kamis, 05 Maret 2015

mengenal kota kendari, southeast sulawesi indonesia bag 2


Pantai Mayaria



Image result for Pantai Mayaria
Pantai Mayaria terletak di Kecamatan Kendari sekitar ± 10 km ke arah timur pusat Kota Kendari. pantai yang memiliki pasir putih yang indah, disini wisatawan asing maupun lokal dapat berkeliling ke perkampungan tradisional yang ada di sekitar pantai menggunakan perahu atau kapal sewaan. 

Pulau Bungkutoko 



 
 Pulau Bungkutoko, Kendari. Di Pulau Bungkutoko, wisatawan bisa menikmati keindahan alam, terutama saat matahari terbit. Pulau Bungkutoko yang terletak di bibir teluk Kendari, Sulawesi Tenggara.

Taman Hutan Raya Murhum

Taman Hutan Raya Murhum mempunyai keunikan yang beraneka ragam, jenis tumbuhan dan hewan yang beraneka ragam hingga pesona keindahan alam. Tumbuhan yang ada di Tahura Murhum antara lain kayu besi, bolo-bolo putih, pandan tikar, eha, palem, rotan. Untuk jenis hewannya antara lain berbagai jenis kupu-kupu, anoa, musang, elang laut, musang, dan kesturi. Berada di dalam area hutan, pengunjung akan menemukan air terjun yang bisa digunakan untuk mandi. Tidak jauh dari lokasi air terjun, pengunjung juga dapat melihat situs bersejarah benteng pertahanan yang merupakan peninggalan dari jaman penjajahan Jepang. 

Suku Tolaki
Image result for suku tolaki
Suku Tolaki adalah penduduk asli Kendari, Suku Tolaki berasal dari Kerajaan Konawe. Dahulu, masyarakat Tolaki umumnya merupakan masyarakat nomaden yang handal, hidup dari hasil berburu dan meramu yang dilaksanakan secara gotong-royong. Hal ini ditandai dengan bukti sejarah dalam bentuk kebudayaan memakan sagu, yang hingga kini belum dibudidayakan atau dengan kata lain masih diperoleh asli dari alam. Masakan asli Suku Tolaki sebelum beras adalah dalam bentuk sajian sinonggi.
Image result for sinonggi

Suku Muna
Image result for suku muna
Suku Muna atau Wuna adalah suku yang mendiami Pulau Muna, Sulawesi Tenggara,Pada Masyarakat Muna terdapat upacara lingkaran hidup dalam kehidupan individunya, yang dimulai dari upacara kelahiran sampai sampai pada upacara kematian yang lebih dikenal dengan nama Upacara Karia. Upacara karia merupakan upacara yang sangat penting dalam rangka upacara-upacara adat disepanjang hidup individu pada masyarakat Muna. Upacara karia merupakan upacara inisiasi yang dilakukan kepada setiap wanita yang memasuki usia dewasa. Menurut pemahaman Masyarakat Muna, bahwa seorang wanita tidak boleh menikah jika belum melalui proses upacara Karia. Jika dilanggar, akan merasa tersisih dan akan dikucilkan dalam masyarakatnya.
Image result for upacara karia 
 Suku Buton
Image result for suku buton
suku Buton juga merupakan suku pelaut. Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok dunia Melayu dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton. Secara umum, orang Buton adalah masyarakat yang mendiami wilayah kekuasaan Kesultanan Buton. Daerah-daerah itu kini telah menjadi beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara diantaranya Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana.
 
 Suku Bugis 
Suku Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan. yang juga tinggal di Kendari, Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa

Makanan Khas Sulawesi Tenggara
Sinonggi 
Image result for sinonggi
Sinonggi adalah makanan pokok Suku Tolaki yang terbuat dari pati sari sagu. Di Sulawesi Selatan, masakan yang serupa dikenal dengan nama kapurung dan di Kepulauan Maluku disebut papeda. Meski masakan-masakan tersebut memiliki kemiripan bahan, cara penyajiannya berbeda. Untuk sinonggi, tepung sagu yang sudah dimasak tidak dicampurkan dengan sayur, kuah ikan, sambal ("dabu-dabu"), atau bumbu lainnya, namun tergantung selera masing-masing. Bagi suku Tolaki atau penduduk asli kota kendari , sinonggi dahulu merupakan makanan pokok, namun saat ini telah menjadi makanan sekunder pengganti beras pada masa paceklik. Nama sinonggi diyakini budayawan lokal berasal dari kata posonggi. Posonggi atau o songgi (bahasa Tolaki) merupakan alat mirip sumpit terbuat dari bambu yang dihaluskan dengan ukuran panjang kurang dari sepuluh sentimeter. Alat inilah yang digunakan untuk mengambil sinonggi dari tempat penyajian. Dengan cara digulung, sinonggi diletakkan ke piring yang telah diisi kuah sayur dan ikan serta bumbu lainnya. Gulungan sinonggi di piring kemudian dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam mulut menggunakan alat serupa yang berukuran lebih kecil atau dengan jari. Sinonggi biasanya tidak dikunyah, tetapi ditelan langsung.
Dahulu orang tua menyimpan sinonggi dalam dulang yang terbuat dari kayu. Dulang dalam bahasa Tolaki adalah "odula". Seiring perubahan zaman, sinonggi mulai tidak disimpan dalam dulang kayu melainkan dalam baskom. Perubahan ini diyakini penikmat sinonggi telah mengurangi kelegitan rasanya yang khas. Begitu pula dengan penggunaan posonggi yang menghilang, saat ini orang lebih banyak langsung menggunakan tangan atau memakai sendok untuk mengkonsumsi sinonggi.